Minggu, 27 Maret 2016

Mata Air

Seorang anak muda naik bus… Dia lupa bawa duit. Tapi dia ga sadar, sampe kenek nyamperin satu-satu, dan sampe ke bangku dia duduk. Ketika kenek minta uang sama dia, baru dia tahu dia ga bawa duit. Dengan muka ga enak, anak muda ini bilang, “Ya Allah, maaf ya Bang… Saya lupa bawa duit…” Katanya. Sambil tangan memeriksa kantong. Kali-kali aja ada duit…

Kenek udah sebel… “Hmmm… Pura-pura dah. Kebiasaan… Pake nyebut-nyebut nama Allah… Bilang aja kalau bokek…”

“Bener Bang…”

“Iye… Bener bo-ong Luh…” Samber si kenek sebel…

Saat itu, ada bapak di belakang yang nepak bahu si anak muda itu…

“Ketinggalan duit ya De…???”

Dijawab sama anak muda ini… “Iya Pak…”

Bapak ini ngomong lagi, “Sama…”, he he he…

Anak muda ini mesem, “Ah Bapak… Tepukannya udah nyenengin…”, katanya sambil mesem. Kenek tambah kesel… Hhhh ada lagi…

Si Bapak ini gantian mesem. “Saya bercanda…” Sejurus kemudian, dia merogoh kantong. 100 ribuan keluar dari kantongnya…

“Nih, buat bayar saya dan dia,” kata si bapak itu sama ni kenek. “Kembaliannya, buat pak kenek sama anak muda ini, bagi dua…”

Anak muda ini kegirangan, “makasih Pak.”

“Makasih Pak.” Tidak ketinggalan si kenek juga girang bener.

Nah, apa nih yg sebenarnya terjadi? Inilah kisah tentang mata air 
Sekarang kita belajar tentang mata air. Mata air di balik anak muda dan kenek ini.

Tentu saja cerita di atas adalah rekaan. Anda ga usah berkernyit. Ini namanya story-telling. Ada yang berdasar pada real-stories. Namun ini adalah kejadian sehari-hari saudara semua. Cerita kita-kita.

Saya memakai kisah ini untuk mengisahkan tentang mata air kehidupan saudara-saudara semua. Gini ya. Kita-kita ini suka muncul sombongnya, “aku nya.” Bahwa keberhasilan, kesuksesan, kejayaan, kemenangan, sebab diri kita. Ga ada tuh orang lain. Apalagi Allah.

Seperti anak muda dan kenek ini. Darimana berkah yang didapat sama mereka berdua? Dapat sisa kembalian 100 ribu yang dibagi dua? Kalau saya mau memberi bobot lebih kisah ini misalnya, saya katakan, bahwa dua-duanya bukan ahli shalat. Kacau dah ibadahnya.

Tapi dalam keadaan begitu saja, dia berdua masih dapat berkah, masih dapat kenikmatan hidup. Ternyata memang ada orang lain, di luar mereka berdua. Anak muda ini “nyimpen” seorang ibu yang senantiasa mendoakan dia. Sama, si kenek ini menyimpan istri yang juga mendoakan

Ngomong pedes mah, sebab ga ada ibadahnya, maka Allah sejatinya “ga ngitung” si anak muda ini, dan si kenek ini. Tapi sebab ada orang istimewa di belakang mereka berdua, Allah masih kasih pertolongan. Nah, sebab itu lah
kita ga boleh sombong…

Dan sebab itu pula kita kudu berbagi, kudu bersedekah. Agar air yang kita dapat dari mata air yang hanya Allah yang tau, bisa dinikmati yang lain.

Dalam konsep Spiritual Company, Spiritual Bisnis, saya dengan kawan-kawan pengusaha, atas Izin Allah, senantiasa menekankan, bahwa bisa jadi sebab doa orang-orang di bawah lah, sebab doa staff di bawah, perusahaan jadi jalan. Atau malah, sebab doa istri-istrinya staff, anak-anak atau orang-orang tua mereka.

Kita coba menafikan peran kita sendiri. Bukan untuk melemahkan. Melainkan untuk menjaga jangan sampe jatuh kepada sombong, takabbur, lupa diri. Dan tentu saja, The

Great Mata Air, selain orang tua, mertua, suami atau istri (keluarga), adalah Allah dan Rasul-Nya…

Bisa apa kita kalau ga ada Allah? Bisa apa pula kita kalau tidak Allah utus Rasul-Nya untuk mengingatkan kita akan Allah.. Karena itu, ibadah adalah sesuatu yang juga mutlak dilakukan. Ini contoh nih ya. Kita bisa tidur, sebab siapa? Panjang tuh mata rantai mata air sampe kita bisa tidur… Ada peran tukang kasur, ada peran tukang ini tukang itu. Panjang dah.

Maka sudahkah kita berdoa buat mereka yang berperan untuk kita bisa tidur? Kita hadiahkan doa untuk mereka.

Rasanya, ga ya? Termasuk saya. Hmmm… Saya juga belajar loh ketika ngajar. Ya, saya coba akan doakan mereka-mereka yang ada di balik semua nikmat. Dan tentu saja, Allah ada di balik tidur kita banget-banget… Namun siapakah juga yang dilupakan…? DIA juga.
Allah ikut dilupakan.

Saking enaknya tidur, maka ketika Raja Dunia, yakni Allah, turun ke langit dunia, dan langsung ke kamar kita, kita asyik dengan tidur kita!!! Bangun shubuh pun kesiangan… Lihat… Siapa yang dilupakan? Allah. Ternyata kita bisa bersyukur dengan shalat shubuh di masjid.

Parah kan? Nanti kalau kita dibiarkan tidur tanpa bisa bangun lagi, baru deh nyesel… Kenapa begini kenapa begitu… Duh duh duh… Poko’e puanjang deh. Saya berharap, tulisan ini hanya permulaan saja. Silahkan direnungi sendiri ya

Ya Allah, dengan kaki yang mana aku harus menuju kepada-Mu? Apakah dengan kaki yang selalu berjalan menuju kemurkaan-Mu dan lari dari rahmat-Mu…

Ya Allah, dengan mata apa aku harus memandang-Mu? Apakah dengan mataku yang sering menikmati apa yang haram dan tak Kau sukai? Atau…? Ah…

Ya Allah dengan mulut apa aku harus bermunajat kepada-Mu? Apakah dengan mulut yang senantiasa berdzikir, senantiasa berkata baik, berkata benar. Atau?

Ya Allah… Makin kutulis, makin terkuliti diri ini… Ampuni diriku dan sahabat-sahabatku semua, berikut keluarga dan anak-anak keturunan kami.

Ampuni kami ya Allah, sebelom tidurnya kami. Bukakanlah rizki yang halal, yang bukan meminta kepada manusia, tapi lewat perniagaan yang halal.

Dan jadikanlah pekerjaan dan usaha kami sebagai ibadah kami kepada-Mu. Rabb… Izinkan kami menukar mata air dengan air tahajjud dan air shubuh..

Walaupun kami tahu, ga bakal pernah tertukar dan tertebus… Rabb

Tidak ada komentar:

Posting Komentar